2025/03/21

Kesadaran bahwa makna hidup terletak pada penyatuan diri dengan alam dan Sang Pencipta, manunggaling kawula gusti.

Salam blangkon

Sobat blangkoners berjumpa lagi

mari belajar berpikir bersama dosen blangkon tentang motivasi versus berpikir kritis

 

Selamat belajar!

Hari ini, kita akan membahas tentang motivasi versus berpikir kritis dalam perspektif falsafah jawa

 

Apakah Anda pernah mendengar istilah ini?

Mari kita jelajahi konsep ini lebih lanjut

 

Dalam perspektif falsafah Jawa, motivasi dan cara berpikir kritis dipandang sebagai dua aspek yang saling melengkapi untuk mencapai kedalaman makna hidup.

 

 Keduanya tidak bertentangan, tetapi justru membentuk harmoni dalam proses pencarian "ngelmu" (pengetahuan hakiki) dan "kawruh" (kebijaksanaan).

 

motivasi versus berpikir kritis

 

Berikut penjelasannya,

 1. Motivasi: Semangat yang Berakar pada "Sangkan Paraning Dumadi"

Dalam falsafah Jawa, motivasi bukan sekadar dorongan ambisi pribadi, melainkan greget, (semangat) yang bersumber dari kesadaran akan tujuan hidup: "sangkan paraning dumadi", (asal dan akhir penciptaan). 

 

-Motivasi sebagai "Laku":

Hidup dianggap sebagai perjalanan spiritual, (laku) yang memerlukan tekad, (tekad kang kendel) untuk menjalani takdir dengan kesadaran.

 

Misalnya, konsep "sepi ing pamrih, rame ing gawe", (bekerja tanpa pamrih) mengajarkan bahwa motivasi sejati lahir dari ketulusan, bukan keinginan duniawi. 

 

- Keseimbangan Batin:

Motivasi harus selaras dengan "karep", (keinginan hati) dan "kahanan", (kodrat alam). Jika tidak, ia akan menjadi "keblat keblut", (semangat yang kacau) yang menjauhkan manusia dari kedamaian. 

 

2. Cara Berpikir Kritis: Refleksi melalui "Rasa lan Akal"

Berpikir kritis dalam falsafah Jawa tidak mengandalkan logika semata, tetapi merambah ke "rasa", (kepekaan batin) dan "pangudi", (penyelidikan mendalam). 

 

- Ojo Dumeh", (Jangan Sok Tahu):

Prinsip ini mengajarkan kerendahan hati untuk terus bertanya, merenung, dan tidak terpaku pada kebenaran permukaan.

 

Misalnya, melalui tapa brata", (tirakat), seseorang dilatih untuk menganalisis diri dan alam secara holistik. 

 

- Memahami "Keblat Papat, Limo Pancer":

 Berpikir kritis berarti menyelami bahwa setiap fenomena memiliki empat arah dan satu pusat.

Ini simbolisasi untuk melihat masalah dari berbagai sudut, (multiperspektif) sebelum mengambil kesimpulan hakiki. 

 

3. Sinergi Motivasi dan Kritisisme dalam Mencari Makna Hidup

Kedalaman makna hidup, urip kang jero, dalam falsafah Jawa hanya tercapai ketika motivasi dan kritisisme bersinergi: 

- Motivasi sebagai "Pendorong Laku":

Tanpa greget, manusia tidak akan memulai perjalanan spiritual. Namun, motivasi harus diarahkan oleh waskitha", (kewaskitaan/kebijaksanaan) agar tidak tersesat. 

 

- Kritisisme sebagai "Penyaring Makna":

Tanpa refleksi kritis, motivasi bisa menjadi kemrungsung", (terburu-buru) yang hanya menggapai kulit, bukan inti.

 

 Seperti ajaran, aja kagetan, aja gumunan", (jangan mudah terkejut/terpesona), manusia diajak untuk selalu skeptis terhadap ilusi dunia. 

 

Contoh konkret: 

- Wayang Kulit:

 Tokoh Arjuna memiliki motivasi, greget untuk memenangkan perang, tetapi ia juga berpikir kritis, ngelmu, tentang dharma dan konsekuensi perbuatannya. 

 

- Pranata Mangsa:

 Petani Jawa memadukan semangat bertani (motivasi) dengan pemahaman kritis tentang siklus alam, pranata mangsa, untuk mencapai harmoni. 

 

4. Puncak Kedalaman: "Manunggaling Kawula Gusti"

Hasil akhir dari sinergi motivasi dan kritisisme adalah kesadaran bahwa makna hidup terletak pada penyatuan diri dengan alam dan Sang Pencipta, (manunggaling kawula gusti).

 

Di sini, manusia tidak hanya "ngerti, (tahu), tetapi ngrasa, (merasakan) bahwa hidup adalah bagian dari "keblat jagad", (tatanan kosmis) yang lebih besar. 

 

Kesimpulan:

- Motivasi adalah "Api" yang menggerakkan laku. 

- Berpikir Kritis merupakan Air" yang mendinginkan nafsu dan menerangi jalan. 

- Keduanya, dalam falsafah Jawa, adalah "loro-loroning atunggal", (dua yang menyatu), untuk mencapai sugih tanpa banda", (kekayaan batin tanpa materi). 

 

"Urip iku mung mampir ngombe.",

(Hidup hanyalah singgah untuk minum — singkat, tetapi sarat makna jika dijalani dengan greget dan kritisisme.)

 

Terima kasih telah bergabung bersama dosenblangkon menjelajahi perjalanan ini. 

Salam blangkon


Postingan Terkait