MITOS DAN KOSMOLOGI SUMBER PENGETAHUAN ORANG JAWA
Gatot Sarmidi
Dbinstitute.id - Di Jawa memiliki banyak mitologi. Anak-anak
Jawa di zaman dahulu pasti mengenal cerita Dading
Melati, Nyi Roro Kidul, Dewi Sri, Joko Tarup, Dewi Nawang Wulan, Nyi Blorong,
Nyi Pelet, Keris Nagasastra. Semua cerita itu merupakan bagian dari cerita
rakyat Jawa.
Folklor Lisan yang berkaitan dengan sastra
lisan Jawa mengkategorikan cerita rakyat yang berkaitan dengan dewa dewi,
kepercayaan, keyakinan disebut dongeng atau mitos. Dongeng-Dongeng tersebut
didasari oleh mitologi orang Jawa.
Bagi masyarakat Jawa, mitos dan kosmologi
bukan sekadar cerita kuno. Mitos dan kosmologi Jawa merupakan gambaran yang menurunkan adanya kesatuan
harmonis antara alam semesta dengan alam
pikir manusia.
Sastra Jawa masa lalu dikenal sebagai sastra
lisan yang menyimpan kearifan lokal. Tak hanya pada mitos dan kosmologi. Cerita
sejarah lokal, legenda, sage pun juga mewarnai alam berpikir orang Jawa.
Nilai-nilai moral, nilai-nilai sosial, dan
nilai-nilai budaya terikat erat dalam khasanah kesusastraan lisan Jawa. Bahkan,
bagi anak-anak Jawa atau masyarakat Jawa, cerita-cerita seperti Legenda Terjadinya
Ranu Grati, Legenda Rara Anteng dan Joko Seger, Legenda Gunung Bromo, Legenda
Gunung Batok, Legenda Banyuwangi, Legenda Dam Bagong Trenggalek merupakan
contoh cerita yang berteman dengan kosmologi Jawa.
Setiap cerita memiliki keterkaitan erat secara
ideologis. Tak hanya masalah arketipal secara antropologis, mitos dan kosmologi
Jawa hidup di alam tradisi yang ada di sejumlah wilayah di Jawa. Sejumlah
cerita bersumber dari mitos dan kosmologi Jawa tak hanya berupa hiburan yang
menyenangkan anak-anak melainkan menjadi fondasi filosofis orang Jawa.
Secara filosofis dunia fiktif mampu menjadi
inspirasi yang mendasari pandangan hidup, tata nilai, dan interaksi sosial.
Masyarakat Jawa mampu hidup dengan landasan kerukunan dan bergotong royong.
Mereka hidup bersama saling membantu antarsemama. Hidup harmoni sesama tetangga
saling menjaga perasaan, saling menghormati, dan bertoleransi, saling asah asih
asuh, saling menjaga kehormatan dan menjunjung tinggi moralitas, etika, adat
istiadat, tata nilai, dan tata norma yang terintegrasi dalam kehidupan masyarakat
secara nyata.
Kosmologi Jawa menghadirkan sisi kemanusiaan
dan alam. Keduanya terjalin erat, membentuk kerangka pemahaman tentang
eksistensi, hubungan antara manusia dan alam, serta kekuatan-kekuatan spiritual
yang diyakini memengaruhi kehidupan.
Kosmologi Jawa menjabarkan bahwa alam semesta
itu bertingkat dan berpusat. Contoh pada
cerita rakyat Joko Tarup dan Dewi
Nawangwulan menyadarkan bahwa di dunia ini tak hanya berisi manusia tetapi
juga ada bidadari yang berasal dari alam dewa-dewi. Manusia hidup di bumi.
Tapi, tak hanya bumi sebagai alam tempat tinggal makhluk hidup melainkan juga
ada langit yang disebut sebagai alam khatangan tempat dimana Dewi Nawangwulan
berasal. Perpaduan langit dan bumi memunculkan Nawangsasi, sebagai simbol
langit yang meliputi cuaca, rotasi planet pada matahari, tata surya, musim, dan
penanggalan Jawa.
Kosmologi Jawa tradisional menggambarkan alam
semesta sebagai struktur bertingkat dengan poros utama yang menghubungkan dunia
atas (tempat para dewa dan roh leluhur bersemayam), dunia tengah (tempat
manusia hidup), dan dunia bawah (alam kegelapan atau tempat kekuatan negatif).
Gunung Meru seringkali dipandang sebagai representasi poros kosmik ini.
Sebagai bentuk transformasi cerita, mitologi
dan kosmologi Jawa terekspresikan dalam berbagai macam tradisi, misalnya
tradisi petik laut, nyadran, sedekah bumi, petik padi, dan berbagai macam
tradisi selamatan lainnya. Transformasi cerita berkembang menjadi luaran seni
budaya terus dikembangkan sebagai bentuk kreasi dan investasi industri kreatif
yang patut dikembangkan. Tak hanya berbicara pada pemertahanan dan kelestarian
seni budaya tetapi juga pada industri pariwisata.
Tradisi kesenian di Malang, dan beberapa
aktivitas dari sanggar dan padepokan pendidikan dan pembinaan kesenian
contohnya menunjukkan potensi itu. Malang memiliki gudang seni, tari, ludruk,
wayang topeng, kuda lumping, dan bantengan memanifestasikan pada mitos dan
kosmologi Jawa.
Berkaitan dengan resistensi seni dan budaya
yang berkembang di masyarakat sebagai sumber pengetahuan berbasis mitologi dan
kosmologi yang hidup mentradisi di masyarakat tersebut. Demikian besar peran perguruan tinggi
berperan serta membina kehidupan masyarakat dalam menggali potensi sumber daya
masyarakat. Terkait dengan pendidikan, pembinaan, dan pemajuan budaya.